Minggu, 09 September 2012

Tarif PPh 21 dan PTKP 2012

Tarif Pajak Penghasilan Pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Tarif Pajak Penghasilan

Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008 (Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan), maka tarif (potongan) pajak penghasilan pribadi adalah sebagai berikut.


Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp)
Tarif Pajak
Sampai dengan 50 juta
5%
Di atas 50 juta sd 250 juta
15%
Di atas 250 juta sd 500 juta
25%
Di atas 500 juta
30%


Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih yang disetahunkan.

PTKP berbeda untuk status pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, bagi pekerja yang belum kawin, PTKP adalah Rp15.840.000. Bila pekerja kawin, ada penambahan Rp1.320.000 untuk PTKP. Bila pekerja mempunyai anak, ada penambahan PTKP sebesar Rp1.320.000 untuk setiap anak dan hanya berlaku sampai anak yang ketiga. Tidak ada penambahan PTKP untuk anak ke-empat dan seterusnya. Bila istri bekerja, PTKP pekerja tetap sama, yaitu Rp15.840.000 da tarif pajak penghasilan tetap sama.

Berikut adalah PTKP untuk status yang berbeda.

Status Pekerja
PTKP (Rp)
Belum Kawin                            
15.840.000
Kawin, anak 0
17.160.000
Kawin, anak 1                          
18.480.000
Kawin, anak 2                          
19.800.000
Kawin, anak 3                          
21.120.000

Jurnal Penyesuaian

Ayat jurnal ini biasanya dibuat pada akhir periode akuntansi guna mengoreksi perkiraan-perkiraan tertentu untuk mencerminkan keadaan yang sebenarnya tentang harta, utang, pendapatan serta biaya-biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan


Tujuh transaksi yang diikuti oleh jurnal penyesuaian pada akhir periode akuntansi adalah sebagai berikut.

1. pendapatan diterima di muka,
2. piutang pendapatan,
3. biaya dibayar di muka,
4. utang biaya,
5. kerugian piutang,
6. penyusutan, dan
7. biaya pemakaian perlengkapan.

Mencatat Jurnal Penyesuaian Berikut ini adalah contoh data penyesuaian dan jurnalnya.

1. Pendapatan diterima di muka

Pendapatan diterima di muka adalah jika perusahaan menerima pendapatan atas suatu barang/jasa yang belum diserahkan.
Contoh:
Pada tanggal 3 Agustus 2008, Charity membayar sewa kios selama 1 tahun sebesar Rp6.000.000,00
Jurnal tanggal 3 Agustus 2008 adalah.
Kas                                           Rp6.000.000
                      Pendapatan diterima di muka                             Rp6.000.000
            (Dicatat oleh pemilik kios)

Pada waktu tutup buku tanggal 31 Desember 2008, jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut.
Pendapatan diterima di muka      Rp2.500.000
                      Pendapatan sewa                                            Rp2.500.000

Penjelasan :
Pada tanggal 3 Agustus 2008 pemilik kios menerima uang sebesar Rp6.000.000,00, tetapi bekum sepenuhnya menjadi hak pemilik kios, karena sewa tersebut untuk satu tahun, buka satu bulan. Karena pemilik kios sudah menerima secara tunai, bekiau mencatat Kas Rp6.000.000 (D) pada Pendapatan diterima di muka Rp6.000.000 (K).
Jika kita memakai dasar akrual, pendapatan diakui jika sudah menjadi haknya. Dalam contoh tersebut, hingga akhir periode akuntansi tanggal 31 Desember 2008 yang menjadi hak pemilik kioshanya 5 bulan, yaitu Rp2.500.000 (5/12 x Rp6.000.000= Rp2.500.000).

2. Piutang pendapatan

Piutang pendapatan adalah pendapatan yang belum diterima dan belum dicatat, tetapi sebagian sudah seharusnya diterima pada periode yang bersangkutan.
Contoh:
Tanggal 1 September 2008 PT X menyimpan uang di bank Pasifik Rp1.000.000, suku bunganya 18% / tahun dan bunga diterima oleh PT X setiap 6 bulan sekali. (tiap 1 Maret dan 1 September ). Ini berarti bunga 6 bulan pertama baru akan diterima tanggal 1 Maret 2009, sehingga sampai akhir periode akuntansi terdapat bunga yang diterima penendaannya selama 4 bulan. ( 1 September – 31 Desember) yaitu : 4/12 x 18% x Rp1.000.000,00 = Rp60.000

Jurnal penyesuaian untuk mencatat piutang bunga pada tanggal 31 Desember 2008 adalah sebagai berikut.
Piutang bunga                             Rp60.000
                      Pendapatan bunga                                         Rp60.000

3. Biaya dibayar di muka

Biaya dibayar di muka adalah biaya-biaya yang sudah dibayar pada awal periode untuk pembayaran biaya sampai beberapa periode yang ditentukan.
Contoh:
Pada tanggal 1 Mei 2008 pemilik kios membayar biaya asuransi untuk periode satu tahun kepada PT Aman sebesar Rp3.000.000
Pada tanggal 31 Desember 2008, saat pembuatan jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut.

Biaya asuransi                            Rp2.000.000
                      Asuransi dibayar di muka                               Rp2.000.000

Penjelasan :
Pada tanggal 31 Desember 2008 asuransi yang sudah terpakai (biaya asuransi) saebesar Rp2.000.000 yaitu selama 8 bulan, dari bulan Mei sampai dengan bulan Desember. Perhitungannya adalah 8/12 x Rp3.000.000= Rp2.000.000

4. Utang biaya

Utang biaya adalah biaya-biaya yang telah diakui tetapi belum dicatat.
Contoh:
Perusahaan membayar upah buruh setiap tiga hari sekali. Tarif upah Rp50.000 per hari. Para buruh dibayar tiap hari Senin. Ternyata tanggal 31 Desember 2008 jatuh pada hari Minggu. Ini berarti sampai akhir periode akuntansi terdapat upah yang belum dibayar selama tiga hari = 3 x Rp50.000 = Rp150.000

Jurnal penyesuaian yang dicatat perusahaan adalah.
Beban gaji                                  Rp150.000
                       Utang gaji                                                        Rp150.000

5. Kerugian Piutang

Kerugian piutang adalah taksiran kerugian piutang yang timbul karena adanya piutang tak tertagih.
Contoh:
PT XYZ merelakan piutang Tuan B sebesar Rp200.000,00 karena usahanya bangkrut.

Jurnal penyesuaian yang dicatat PT XYZ pada tanggal 31 Desember 2008 adalah.
Cadangan kerugian piutang        Rp200.000
                        Piutang usaha                                                   Rp200.000

6. Penyusutan

Semua aktiva tetap (kecuali tanah) yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dalam beroperasi, akan semakin menyusut nilainya bersamaan dengan berlalunya waktu.
Contoh :
Di daftar saldo, akun peralatan kantor memperlihatkan jumlah Rp2.000.000,00, diputuskan manajemen bahwa penyusutan 10% pertahun. Ini berarti penyusutan tiap tahun = 10% x Rp2.000.000 = Rp200.000

Jurnal penyesuaian pada tanggal 31 Desember 2008 adalah sebagai berikut.
Beban penyusutan peralatan kantor     Rp200.000
                         Akumulasi penyusutan peralatan kantor            Rp200.000

7. Biaya pemakaian perlengkapan

Biaya pemakaian perlengkapan adalah nilai sebagian dari harga beli perlengkapan yang telah digunakan selama periode akuntansi.
Contoh:
Perlengkapan di daftar saldo memperlihatkan jumlah Rp500.000, setelah dihitung secara fisik persedeiaan perlengkapan pada tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp300.000. Ini berarti perlengkapan yang telah terpakai untuk kegiatan perusahaan berjumlah Rp200.000 (Rp500.000 – Rp300.000 = Rp200.000)

Jurnal penyesuaian untuk mencatat biaya pemakaian perlengkapan tanggal 31 Desember 2008 adalah.
Beban perlengkapan                              Rp200.000
                              Perlengkapan                                                Rp200.000

Barang Kena Pajak Strategis Bebas PPN

DASAR HUKUM
  1. Undang-undang PPN Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 16B
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor dan/atau Penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 tentang pelaksanaan PPN yang dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis
  4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-234/PJ/2003 tentang tata cara pemberian dan penatausahaan PPN yang dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis
  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-95/PJ/2010 tentang penegasan perlakuan PPN atas BKP dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP Tertentu yang bersifat strategis yang diekspor dan barang hasil pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan.(Pasal 16B ayat (3) UU No.42 Tahun 2009)

JENIS BKP YANG DIBEBASKAN (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008)

  1. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak (harus menggunakan SKB). Tatacara permohonan SKB PPN untuk barang modal terdapat pada Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-234/PJ/2003.
  2. Makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan. impor/ penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
  3. Barang hasil pertanian (terbatas pada jenis BKP yang terdapat pada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007. Impor/penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
  4. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan
  5. Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum. Yang dimaksud dengan Perusahaan Air Minum adalah perusahaan air minum milik pemerintah atau swasta, baik merupakan kegiatan dari satu divisi atau seluruh divisi dari perusahaan tersebut yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan dan melakukan penyerahan air bersih. ( lebih lanjut diatur pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-118/PJ/2009). Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
  6. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt. penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
  7. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) dengan kriteria tertentu (Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008). Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
KETENTUAN UMUM

  1. Orang atau badan yang melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kepada DJP untuk dikukuhkan sebagai PKP Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
  2. Menyimpang dari ketentuan pada nomor 1 diatas, terhadap orang atau badan yang semata-mata melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat Strategis berupa air bersih (yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt), tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 pasal 6 ayat 2)
  3. Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan BKP tertentu yang bersifat strategis wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007." (Pasal 6 ayat (3) PMK 31/PMK.03/2008)
  4. Atas Impor BKP Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN tidak diperlukan SSP.
  5. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007 oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai";.(Pasal 5 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008)
ISI SE-95/PJ/2010

  • BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP Tertentu yang bersifat strategis yang diekspor tetap dikenai PPN dengan tarif 0%
  • PPN yang dibayar oleh PKP untuk menghasilkan BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP Tertentu yang bersifat strategis yang diekspor tetap dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
  • Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 mulai 1 April 2010 maka :
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007; dan
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 146 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan; Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003;
masih tetap berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah yang menggantikan Peraturan Pemerintah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaiman telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

  • Khusus untuk barang hasil pertanian sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tetap berlaku sebagai BKP Tertentu yang bersifat strategis kecuali untuk daging, telur, susu, sayuran dan buah-buahan yang telah ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4A Undang-Undang PPN.

PPh Pasal 24

Pengertian PPh 24

Merupakan pajak penghasilan yang terutang atau dibayarkan di LN atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari LN yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan WP DN

Tata Cara Pengkreditan
  • Mengajukan permohonan untuk pengkreditan pajak
  • Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari LN dengan penghasilan di Indonesia, dengan cara
  1. Untuk penghasilan dari usaha menggunakan Accrual Basis
  2. Untuk penghasilan lainnya menggunakan Cash Basis
  3. Untuk dividen diatur khusus
Batas Maksimum Kredit Pajak
TERENDAH dari 3 unsur perhitungan berikut :
  1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di LN
  2. (Penghasilan di LN / seluruh PKP) x seluruh PPh terutang (tarif pasal 17)
  3. Jumlah pajak terutang untuk seluruh PKP
Bila penghasilan diperoleh dari beberapa negara di LN

Penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara karena Indonesia menganut “metode pengkreditan terbatas” (Ordinary Credit Method) dengan menerapkan “Per Country
Limitation”

Bila terjadi rugi usaha
* Di LN
Kerugian di LN tidak mengurangi PKP dan sekaligus tidak dimasukkan dalam penghitungan kredit pajak LN. Karena dengan menderita kerugian di LN, tidak ada pajak yang terutang atau dibayar di LN
*Di DN
Kerugian di DN mengurangi PKP dansekaligus mengurangi jumlah pajak penghasilan yang terutang.

Bentuk Usaha Tetap

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
  1. tempat kedudukan manajemen; 
  2. cabang perusahaan;
  3. kantor perwakilan;
  4. gedung kantor;
  5. pabrik;
  6. Bengkel;
  7.  Gudang;
  8. ruang untuk promosi dan penjualan;
  9. pertambangan dan penggalian sumber alam;
  10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
  11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
  12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  13. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  14. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
  15. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;dan
  16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. 

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Kamis, 06 September 2012

SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, surat ketetapan pajak lebih bayar.

1. Surat ketetapan pajak kurang bayar merupaka surat yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Dibawah ini merupakan fungsi SKPKB, yaitu :
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak

2. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan merupakan surat yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Dibawah ini merupakan fungsi SKPKB, yaitu :
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak

3. Surat ketetapan pajak lebih bayar merupakan surat yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak terutang.
Fungsi dari SKPLB adalah sebagai alat atau sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak.

4. Surat ketetapan pajak nihil merupaka surat yang menentukan jumlah pokok pajak yang besarnya sama dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak langsung dan tidak ada kredit pajak.

5. Surat tagihan pajak merupakan surat melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bungan dan denda.
Fungsi STP ialah sebagai berikut :
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak.
b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda
c. Alat untuk menagih pajak

Rabu, 05 September 2012

Istilah-Istilah Perpajakan

Untuk lebih memahami berbagai ketentuan mengenai administrasi perpajakan, berikut ini hal-hal yang perlu Anda ketahui mengenai istilah-istilah perpajakan:
  1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
  5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
  6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
  8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
  10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
  13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
  14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
  16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
  17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
  18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
  19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
  21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
  22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
  23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
  24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
  25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
  27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
  30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
  31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
  32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
  34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
  35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
  36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
  37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
  38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
  39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
  40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
  41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

Objek Pajak Penghasilan

Objek Pajak Penghasilan

Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
  • penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  • hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
  • laba usaha;
  • keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
  1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
  2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
  3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
  4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
  • penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
  • bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
  • dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
  • royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
  • sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  • penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
  • keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
  • keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
  • selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
  • premi asuransi;
  • iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  • tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
  • penghasilan dari usaha berbasis syariah;
  • imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  • surplus Bank Indonesia.
Objek Pajak PPh Final
  1. bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
  2. penghasilan berupa hadiah undian;
  3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
  4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
  5. penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tidak Termasuk Objek Pajak
  • Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia;
  • Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  • Warisan;
  • Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
  • Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
  • Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
  1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
  2. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
  • Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
  • Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
  1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
  2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
  • Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
  1. Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;
  2. Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;
  3. Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar;
  • Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;
  • Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Subjek Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPh meliputi :
  1. orang pribadi;
  2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
  3. badan Adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap; dan
  4. bentuk usaha tetap (BUT). Adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
  • tempat kedudukan manajemen;
  • cabang perusahaan;
  • kantor perwakilan;
  • gedung kantor;
  • pabrik;
  • bengkel;
  • gudang;
  • ruang untuk promosi dan penjualan;
  • pertambangan dan penggalian sumber alam;
  • wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
  • perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
  • proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  • pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  • orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
  • agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
  • komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Subjek Pajak Dalam Negeri
  1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
  3. Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
  • pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan
  • pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD
  • penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
  • pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
  • Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri
  1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
  2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Tidak termasuk Subjek Pajak
  • Kantor perwakilan negara asing;
  • Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
  1. bukan warga Negara Indonesia; dan
  2. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
  3. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  • Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
  1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
  2. tidak menjalankan usaha; atau
  3. kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
  • Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
  1. bukan warga negara Indonesia; dan
  2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Jumat, 31 Agustus 2012

Pengusaha Kena Pajak yang Dapat Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Pengertian Pengusaha Kena Pajak Yang Dapat Menggunakan Pedoman Penghitungan Pajak Masukan
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi syarat:
  1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan jumlah peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap 1 (satu) tahun buku; dan
  2. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha kena Pajak.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
  • Pengusaha Kena Pajak yang telah memenuhi kriteria tersebut, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena pajak dikukuhkan paling lama:
  1. pada saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, bagi PKP dengan jumlah peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap 1 (satu) tahun buku
  2. pada saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak saat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bagi Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
  • Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan harus melaksanakan secara taat asas dalam 1 (satu) tahun buku, sepanjang peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
  • Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran mulai Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
  • Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penghitungan pajak terutang menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai
PKP yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan untuk menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dengan cara sebagai berikut :
  1. Pajak Keluaran (PK) = Nilai Peredaran Bruto dan atau Penerimaan Bruto yang terutang PPN pada masa pajak yang bersangkutan (tidak termasuk PPN) x Tarif PPN 10%.
  2. Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan adalah:
  • Untuk penyerahan BKP dengan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan adalah 70% x Pajak Keluaran
  • Untuk penyerahan JKP dengan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan adalah 60% x Pajak Keluaran
Contoh:

Nilai Peredaran Bruto BKP masa Juli 2010 (tidak termasuk PPN) = Rp. 40.000.000,00

  • PK 10% x Rp 40.000.000,00 Rp. 4.000.000,00
  • PM yang dapat dikreditkan 70% x Rp 4.000.000,00 Rp. 2.800.000,00
  • PPN yang terhutang Rp. 1.200.000,00
Catatan : PKP tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
  1. Dalam hal PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan memilih beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pengusaha Kena Pajak hanya diperbolehkan mulai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya.PKP tersebut harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling lama pada batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.
  2. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak tertentu dalam periode tahun buku yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, dan mengakibatkan peredaran usaha tahun buku yang bersangkutan menjadi lebih besar dari Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. Kewajiban menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran berlaku mulai Masa Pajak setelah Masa Pajak yang peredaran usahanya menjadi lebih besar dari Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). Penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dilakukan dengan cara pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak setelah Masa Pajak yang peredaran usahanya menjadi lebih besar dari Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
  3. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mulai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan mulai Masa Pajak pertama tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.

Bunga yang merupakan Objek Pajak PPh Pasal 23 (Tidak Final)

Dasar Hukum
  1. Pasal 4 Ayat (1) Huruf f, Pasal 4 Ayat (3) huruf f, Pasal 23 , Pasal 17 Ayat (2c) UU Nomor 36 Tahun 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  2. PP 94 TAHUN 2010 sebagai pengganti PP 138 Tahun 2000 (berlaku sejak 30 Desember 2010) tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan
  3. PMK-251/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/ atau Pembiayaan yang Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23
  4. PER-38/PJ./2009 (berlaku sejak 1 Juli 2009) tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Objek PPh Pasal 23

Objek PPh Pasal 23 adalah bunga dan imbalan lainnya termasuk premium maupun diskonto yang merupakan bunga antar pinjaman yang diterima atau diperoleh oleh WP OP DN maupun WP Badan DN dari pihak pembayar bunya yang merupakan pemotong PPh Pasal 23

Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.

  1. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Premium merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi.
  2. Diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
Bunga Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 23
  • Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada Bank (karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008)
  • Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-251/PMK.03/2008). (karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf h UU Nomor 36 Tahun 2008). Keterangan:
  1. Penghasilan yang dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan penyalur pinjaman dan/ atau pembiayaan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah penghasilan berupa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan/atau pemberian pinjaman (termasuk pembiayaan berbasis syariah) (Pasal 1 ayat (2) PMK-251/PMK.03/2008).
  2. Badan Usaha yang dimaksud terdiri dari: (Pasal 1 ayat (3) PMK-251/PMK.03/2008).
    • Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha diluar Bank dan lembaga keuangan bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan.
    • Badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT (Persero) Permodalan Nasional Madani.
  • Bunga Deposito, Tabungan (yang didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))
  • Bunga Obligasi (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))
  • Bunga simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP) (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))
Tarif
  1. 15% dari Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final
  2. Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23 tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang seharusnya Pasal 23 ayat (1a) UU Nomor 36 Tahun 2008)
Saat Terutang Atau Saat Pemotongan
  1. Saat Pemotongan : Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilakukan pada akhir bulan dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. (PP 94 Tahun 2010 Pasal 15 ayat (3)
  2. Saat Terutang : Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya). (Penjelasan PP 94 Tahun 2010 Pasal 15 ayat (3)
Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" (seperti : untuk bunga atau sewa) adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.

Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham
  • Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
  1. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;
  2. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
  3. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
  4. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
  • Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan ini,maka atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.
Yang dimaksud dengan "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yang berlaku yang ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh.

Kamis, 30 Agustus 2012

Tata Cara Restitusi PPN

DASAR HUKUM
  1. Undang-undang PPN Nomor 42 Tahun 2009
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN/PPnBM
PKP HANYA DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN (RESTITUSI) PADA AKHIR TAHUN BUKU
  1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
  2. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (restitusi) pada akhir tahun buku. Bagi PKP Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender.
PKP YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN (RESTITUSI) PADA SETIAP MASA PAJAK
  1. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud;
  2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN
  3. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN-nya tidak dipungut;
  4. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
  5. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
  6. PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN. (Isi Pasal 9 ayat (2a) UU PPN : Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan)
CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN (RESTIRUSI)
  • PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan menggunakan :
  1. SPT Masa PPN, dengan cara mengisi (memberi tanda silang) pada kolom "Dikembalikan (restitusi)"; atau
  2. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
  • Permohonan pengembalian kelebihan Pajak diajukan kepada KPP di tempat PKP dikukuhkan.
  • Permohonan pengembalian kelebihan Pajak ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.
PENELITIAN DAN SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK (SKPPKP)

Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh: 
  • PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP;
  1. Pasal 17C UU KUP berisi tentang WP dengan Kriteria tertentu (WP Patuh).
  • PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP; atau
  1. Pasal 17 D UU KUP berisi tentang WP yang memenuhi persyaratan tertentu.
  • PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN. Penelitian oleh DJP dilakukan terhadap:
  1. kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang PPN;
  2. kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya;
  3. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan
  4. kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak.
  • Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh PKP, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
  • Apabila jangka waktu 1 bulan tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan SKPPKP, permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP harus diterbitkan paling lama 7 hari setelah jangka waktu 1 bulan tersebut berakhir.
TIDAK DITERBITKANNYA SKPPKP TERHADAP PKP BERESIKO RENDAH
  • Terhadap PKP beresiko rendah, SKPPKP tidak diterbitkan apabila :
  1. hasil penelitian menyatakan Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang- Undang PPN;
  2. hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar;
  3. lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap; dan/atau
  4. pembayaran Pajak tidak benar.
  • Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan, terhadap PKP beresiko rendah tersebut harus diberikan pemberitahuan secara tertulis dengan menggunakan formulir lampiran PMK-72/PMK.03/2010 dan permohonan pengembalian kelebihan Pajak; dari PKP ini akan diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.
PEMERIKSAAN DAN SKP
  • Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh PKP selain:
  1. PKP Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP),
  2. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17 D UU KUP),
  3. PKP Resiko rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN).
  • Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak harus menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak diterima. Jangka waktu 12 bulan ini tidak berlaku dalam hal terhadap PKP sedang dilakukanpemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
  • Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 bulan tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.;
PEMERIKSAAN TERHADAP PKP PASAL 17 C UU KUP, PASAL 17D UU KUP, PKP RESIKO RENDAH
  1. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dapat melakukan pemeriksaan kepada PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP, atau PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP
  2. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan; diterbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak
  3. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP berisiko rendah wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, paling lama 24 bulan, dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) UU KUP.

Pajak Penghasilan Atas Jasa Konstruksi

Pengertian
  1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi;
  2. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masingmasing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
  3. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
  4. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
  5. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan;
  6. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
  7. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa kontruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya;
  8. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam suatu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan;
Subjek dan Objek Pajak

Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha di bidang jasa konstruksi.

Tarif

Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut :

Memiliki Klasifikasi UsahaBentuk Pekerjaan Klasifikasi Usaha       Tarif               Sifat
  1. Pelaksanaan Konstruksi Kecil                                                     2% (*)            Final
  2. Menengah dan Besar                                                                  3% (*)            Final
  3. Perencanaan dan Pengawasan Kecil, Menengah dan Besar          4% (*)            Final
Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha


Bentuk Pekerjaan                                                                                 Tarif                Sifat
  1. Pelaksanaan Konstruksi                                                             4% (*)             Final
  2. Perencanaan dan Pengawasan                                                    6% (*)             Final

(*) dari jumlah/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN
Ketentuan ini berlaku 1 Agustus 2008, dalam hal :
  1. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut dilakukan s.d tgl 31 Desember 2008 tunduk pada ketentuan lama;
  2. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut setelah tgl 31 Desember 2008, maka :
  • Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa s.d 31 Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan lama;
  • Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa setelah 31 Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan baru.
Tata Cara Pemotongan
  1. Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin.
  2. Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin.
Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan
  1. Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui pemotongan, maka Pembayaran atau penyetoran pajak disetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
  2. Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka wajib menyetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa masa pajak berakhir;
  3. Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya melalui Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
  4. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Norma Perhitungan Penghasilan Netto

Dasar Hukum
  1. Pasal 14 UU Nomor 36 Tahun 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  2. KEP-536/PJ/2000 (berlaku sejak tahun pajak 2001) tentang Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) untuk Wajib Pajak (WP) yang dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan
  3. PER-4/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang petunjuk pelaksanaan pencatatan bagi WP Orang Pribadi (OP)
Besarnya Norma
  1. Norma yang digunakan adalah norma berdasarkan kota wilayah usaha
  2. Yang dimaksud 10 ibukota propinsi: Medan, Jakarta, Palembang, Bandung, Semarang, Surabaya, Manado, Makassar, Denpasar, Pontianak.
  3. Kota propinsi lainnya adalh ibukota propinsi selain 10 yang disebutkan.
  4. Daerah lainnya adalah daerah selain yang dimaksud diatas.
Yang Dapat Menggunakan Norma Penghitungan

Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14 ayat (2) UU PPh)

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Kewajiban
  1. Menyampaikan surat perberitahuan penggunaan norma kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. (Pasal 14 ayat (2) UU PPh). Bagi yang tidak menyampaikan dianggap memilih menggunakan pembukuan. (UU PPh Pasal 14 ayat 4).
  2. Menyelenggarakan pencatatan Peredaran Usaha sesuai format Lampiran I PER-4/PJ/2009.
Sanksi Menggunakan Norma Penghitungan Tanpa Pemberitahuan


Bagi yang tetap menggunakan Norma padahal tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Penggunaan Norma dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan. Pasal 3 ayat 2 KEP-536/PJ./2000

Norma Petugas Dinas Luar Asuransi, Distributor MLM/Direct Selling
  • Petugas dinas luar asuransi = norma untuk pekerjaan bebas bidang profesi lainnya
  1. 10 ibukota pripinsi = 50%
  2. Kota propinsi lainnya = 47,5 %
  3. Daerah lainnya = 45%
Distributor perusahaan MLM/direct selling diklasifikasikan menjadi 2 jenis :
  • penghasilan atas penjualan barang = norma untuk Pedagang eceran barang hasil indistri pengolahan.
  1. 10 ibukota pripinsi = 30%
  2. Kota propinsi lainnya = 25 %
  3. Daerah lainnya = 20%
  • penghasilan atas pengembangan jaringan : Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya.
  1. 10 ibukota pripinsi = 50%
  2. Kota propinsi lainnya = 47,5 %
  3. Daerah lainnya = 45%

Batas Waktu Penyetoran & Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)


Batas Waktu Penyetoran & Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)

SPT Masa :
No
Jenis SPT Masa
Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran
Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir
1.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir
2.
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh
3.
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
4.
PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
5.
PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak
6.
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh
7.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh
8.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
9.
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri
10.
PPh Pasal 25
11.
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor
-
12.
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak
secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya
13.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara
14 (empat belas) hari
setelah Masa Pajak berakhir
14.
PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa
pada akhir Masa Pajak terakhir
20 (dua puluh) hari
setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir
15.
Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa
sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak
16.
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak
akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan
akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
17.
PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
18.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk
19.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN
tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
20.
PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak
21.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

SPT Tahunan :
No
Jenis Pajak
Yang Menyampaikan SPT 
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir
1.
SPT PPh Tahunan
Wajib Pajak orang pribadi
sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan
3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak
Wajib Pajak badan
4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak