UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2016
TENTANG
PENGAMPUNAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
||||||
Menimbang | : | a. |
bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan
berkeadilan, memerlukan pendanaan besar yang bersumber utama dari
penerimaan pajak;
|
|||
b. | bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak yang terus meningkat, diperlukan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua potensi dan sumber daya yang ada; | |||||
c. | bahwa kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu ditingkatkan karena terdapat Harta, baik di dalam maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; | |||||
d. | bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan Pajak; | |||||
e. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sampai dengan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak; | |||||
Mengingat | : | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | ||||
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA |
||||||
MEMUTUSKAN: | ||||||
Menetapkan | : | UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK. | ||||
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||||
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: | ||||||
1. | Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. | |||||
2. | Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | |||||
3. | Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. | |||||
4. | Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta. | |||||
5. | Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. | |||||
6. | Tunggakan Pajak adalah jumlah pokok pajak yang belum dilunasi berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah termasuk pajak yang seharusnya tidak dikembalikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. | |||||
7. | Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak. | |||||
8. | Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. | |||||
9. | Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. | |||||
10. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. | |||||
11. | Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak. | |||||
12. | Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang selanjutnya disebut SPT PPh Terakhir adalah: | |||||
a. | Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Juli 2015 sampai dengan 31 Desember 2015; atau | |||||
b. | Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015. | |||||
13. | Manajemen Data dan Informasi adalah sistem administrasi data dan informasi Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pengampunan Pajak yang dikelola oleh Menteri. | |||||
14. | Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri untuk menerima setoran penerimaan negara dan berdasarkan Undang-Undang ini ditunjuk untuk menerima setoran Uang Tebusan dan/atau dana yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak. | |||||
15. | Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015. | |||||
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 |
||||||
(1) | Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas: | |||||
a. | kepastian hukum; | |||||
b. | keadilan; | |||||
c. | kemanfaatan; dan | |||||
d. | kepentingan nasional. | |||||
(2) | Pengampunan Pajak bertujuan untuk: | |||||
a. | mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; | |||||
b. | mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan | |||||
c. | meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan. | |||||
BAB III SUBJEK DAN OBJEK PENGAMPUNAN PAJAK Pasal 3 |
||||||
(1) | Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. | |||||
(2) | Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan. | |||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Wajib Pajak yang sedang: | |||||
a. | dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan; | |||||
b. | dalam proses peradilan; atau | |||||
c. | menjalani hukuman pidana, | |||||
atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
|
||||||
(4) | Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak. | |||||
(5) | Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas kewajiban: | |||||
a. | Pajak Penghasilan; dan | |||||
b. | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | |||||
BAB IV
TARIF DAN CARA MENGHITUNG UANG TEBUSAN
Pasal 4 |
||||||
(1) | Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar: | |||||
a. | 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku; | |||||
b. | 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan | |||||
c. | 5% (lima persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. | |||||
(2) |
Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar:
|
|||||
a. | 4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku; | |||||
b. | 6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan | |||||
c. | 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. | |||||
(3) | Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar: | |||||
a. | 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau | |||||
b. | 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan, | |||||
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. | ||||||
Pasal 5 |
||||||
(1) | Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan. | |||||
(2) |
Dasar pengenaan Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung berdasarkan nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya
dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
|
|||||
(3) | Nilai Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan selisih antara nilai Harta dikurangi nilai Utang. | |||||
Pasal 6 |
||||||
(1) | Nilai Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi: | |||||
a. | nilai Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir; dan | |||||
b. | nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. | |||||
(2) |
Nilai Harta yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang
dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
|
|||||
(3) | Dalam hal Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh Terakhir. | |||||
(4) | Nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai nominal untuk Harta berupa kas atau nilai wajar untuk Harta selain kas pada akhir Tahun Pajak Terakhir. | |||||
(5) | Dalam hal nilai Harta tambahan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta tambahan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan: | |||||
a. | nilai nominal untuk Harta berupa kas; atau | |||||
b. | nilai wajar pada akhir Tahun Pajak Terakhir untuk Harta selain kas, | |||||
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir. | ||||||
Pasal 7 |
||||||
(1) |
Nilai Utang yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi:
|
|||||
a. | nilai Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir; dan | |||||
b. | nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b. | |||||
(2) | Untuk penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan, besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta tambahan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta bagi: | |||||
a. |
Wajib Pajak badan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai Harta tambahan; atau
|
|||||
b. |
Wajib Pajak orang pribadi paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai Harta tambahan.
|
|||||
(3) | Nilai Utang yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. | |||||
(4) | Dalam hal Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh Terakhir. | |||||
(5) | Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam daftar Utang pada akhir Tahun Pajak Terakhir. | |||||
(6) | Dalam hal nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dalam mata uang selain Rupiah, nilai Utang ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir. | |||||
BAB V
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN, PENERBITAN
SURAT KETERANGAN, DAN PENGAMPUNAN
ATAS KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Pasal 8 |
||||||
(1) | Untuk memperoleh Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan kepada Menteri. | |||||
(2) | Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh: | |||||
a. | Wajib Pajak orang pribadi; | |||||
b. | pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan; atau | |||||
c. | penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada huruf b berhalangan. | |||||
(3) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: | |||||
a. | memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; | |||||
b. | membayar Uang Tebusan; | |||||
c. | melunasi seluruh Tunggakan Pajak; | |||||
d. | melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan; | |||||
e. | menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan | |||||
f. | mencabut permohonan: | |||||
1. | pengembalian kelebihan pembayaran pajak; | |||||
2. | pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang; | |||||
3. | pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar; | |||||
4. | keberatan; | |||||
5. | pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan; | |||||
6. | banding; | |||||
7. | gugatan; dan/atau | |||||
8. | peninjauan kembali, | |||||
dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan. | ||||||
(4) | Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus dibayar lunas ke kas negara melalui Bank Persepsi. | |||||
(5) | Pembayaran Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan surat setoran pajak yang berfungsi sebagai bukti pembayaran Uang Tebusan setelah mendapatkan validasi. | |||||
(6) | Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun: | |||||
a. | sebelum 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b; dan/atau | |||||
b. | sebelum 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c. | |||||
(7) | Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak tidak dapat mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan. | |||||
Pasal 9 |
||||||
(1) | Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat paling sedikit informasi mengenai identitas Wajib Pajak, Harta, Utang, nilai Harta bersih, dan penghitungan Uang Tebusan. | |||||
(2) | Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: | |||||
a. | bukti pembayaran Uang Tebusan; | |||||
b. | bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak; | |||||
c. | daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan; | |||||
d. | daftar Utang serta dokumen pendukung; | |||||
e. | bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan; | |||||
f. | fotokopi SPT PPh Terakhir; dan | |||||
g. | surat pernyataan mencabut permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf f. | |||||
(3) | Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6), selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak harus melampirkan surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan. | |||||
(4) | Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7), selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak harus melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan. | |||||
(5) | Bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), Wajib Pajak dimaksud harus melampirkan surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha. | |||||
Pasal 10 |
||||||
(1) |
Surat Pernyataan disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh
Menteri.
|
|||||
(2) |
Sebelum menyampaikan Surat Pernyataan dan lampirannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, Wajib Pajak meminta penjelasan mengenai
pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam
Surat Pernyataan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak atau tempat lain
yang ditentukan oleh Menteri.
|
|||||
(3) |
Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib
Pajak membayar Uang Tebusan dan menyampaikan Surat Pernyataan beserta
lampirannya.
|
|||||
(4) |
Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan
Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya
dan mengirimkan Surat Keterangan kepada Wajib Pajak.
|
|||||
(5) |
Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri
belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima
sebagai Surat Keterangan.
|
|||||
(6) |
Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dapat
menerbitkan surat pembetulan atas Surat Keterangan dalam hal terdapat:
|
|||||
a. | kesalahan tulis dalam Surat Keterangan; dan/atau | |||||
b. | kesalahan hitung dalam Surat Keterangan. | |||||
(7) |
Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3
(tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
|
|||||
(8) |
Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan kedua atau ketiga
sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama
atau kedua diterbitkan.
|
|||||
(9) |
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang kedua atau
ketiga, penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan dalam Surat
Pernyataan dimaksud memperhitungkan dasar pengenaan Uang Tebusan yang
telah dicantumkan dalam Surat Keterangan atas Surat Pernyataan
sebelumnya.
|
|||||
(10) |
Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Uang Tebusan yang disebabkan oleh:
|
|||||
a. |
diterbitkannya surat pembetulan karena kesalahan hitung sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b; atau
|
|||||
b. |
disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (8),
|
|||||
atas kelebihan pembayaran dimaksud harus dikembalikan dan/atau
diperhitungkan dengan kewajiban perpajakan lainnya dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterbitkannya surat
pembetulan atau disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga
dimaksud.
|
||||||
Pasal 11 |
||||||
(1) |
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan lampirannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, diberi tanda terima sebagai bukti penerimaan Surat
Pernyataan.
|
|||||
(2) |
Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan:
|
|||||
a. |
pemeriksaan;
|
|||||
b. | pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau | |||||
c. | penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, | |||||
untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.
|
||||||
(3) |
Dalam hal Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sedang dilakukan:
|
|||||
a. | pemeriksaan; | |||||
b. | pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau | |||||
c. | penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, | |||||
untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, terhadap pemeriksaan, pemeriksaan
bukti permulaan, dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
dimaksud ditangguhkan sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan.
|
||||||
(4) |
Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dihentikan dalam hal Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama
Menteri menerbitkan Surat Keterangan.
|
|||||
(5) |
Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan, memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:
|
|||||
a. |
penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi
pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa
pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun
Pajak Terakhir;
|
|||||
b. |
penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau
denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak,
dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
|
|||||
c. |
tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban
perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai
dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
|
|||||
d. |
penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak
sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan,
sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah
ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3),
|
|||||
yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).
|
||||||
(6) |
Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d
dilakukan oleh pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang
melaksanakan tugas dan fungsi penyidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
BAB VI
KEWAJIBAN INVESTASI ATAS HARTA YANG DIUNGKAPKAN
DAN PELAPORAN
Pasal 12 |
||||||
(1) |
Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) harus mengalihkan Harta
dimaksud melalui Bank Persepsi yang ditunjuk secara khusus untuk itu
paling lambat:
|
|||||
a. |
tanggal 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang menyatakan
mengalihkan dan menginvestasikan Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (6) huruf a; dan/atau
|
|||||
b. |
tanggal 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan
dan menginvestasikan Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6)
huruf b.
|
|||||
(2) |
Jangka waktu investasi paling singkat 3 (tiga) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) terhitung sejak tanggal dialihkannya
Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
|||||
(3) |
Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
|
|||||
a. | surat berharga Negara Republik Indonesia; | |||||
b. | obligasi Badan Usaha Milik Negara; | |||||
c. |
obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah;
|
|||||
d. | investasi keuangan pada Bank Persepsi; | |||||
e. |
obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
|
|||||
f. |
investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;
|
|||||
g. |
investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh Pemerintah; dan/atau
|
|||||
h. |
bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
Pasal 13 |
||||||
(1) |
Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk harus menyampaikan laporan
kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri mengenai:
|
|||||
a. |
realisasi pengalihan dan investasi atas Harta tambahan yang
diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk Harta tambahan yang dialihkan
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi Wajib Pajak
yang harus mengalihkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6);
dan/atau
|
|||||
b. |
penempatan atas Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat
Pernyataan untuk Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, bagi Wajib Pajak yang tidak dapat
mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).
|
|||||
(2) |
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama
Menteri dapat menerbitkan dan mengirimkan surat peringatan setelah
batas akhir periode penyampaian Surat Pernyataan dalam hal:
|
|||||
a. |
Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6); dan/atau
|
|||||
b. |
Wajib Pajak yang menyatakan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).
|
|||||
(3) |
Wajib Pajak harus menyampaikan tanggapan atas surat peringatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal kirim.
|
|||||
(4) |
Dalam hal berdasarkan tanggapan Wajib Pajak diketahui bahwa Wajib
Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(6) dan/atau Pasal 8 ayat (7), berlaku ketentuan:
|
|||||
a. |
terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat
Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan
atas penghasilan dimaksud dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
|
|||||
b. |
Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
|
|||||
(5) |
Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap
berlaku ketentuan mengenai perlakuan khusus dalam rangka Pengampunan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
|
|||||
BAB VII
PERLAKUAN PERPAJAKAN
Pasal 14
|
||||||
(1) |
Bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan menurut
ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, harus membukukan selisih antara nilai Harta bersih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) yang disampaikan dalam Surat
Pernyataan dikurangi dengan nilai Harta bersih yang telah dilaporkan
oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf a, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam
neraca.
|
|||||
(2) |
Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b yang berupa aktiva tidak
berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.
|
|||||
(3) |
Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b yang berupa aktiva berwujud,
tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.
|
|||||
Pasal 15 |
||||||
(1) |
Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas:
|
|||||
a. |
Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau
|
|||||
b. | Harta berupa saham, | |||||
yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama
Wajib Pajak.
|
||||||
(2) |
Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, dalam hal:
|
|||||
a. | permohonan pengalihan hak; atau | |||||
b. |
penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak di hadapan
notaris yang menyatakan bahwa Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat
Pernyataan, dalam hal Harta dimaksud belum dapat diajukan permohonan
pengalihan hak,
|
|||||
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.
|
||||||
(3) |
Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal terdapat
perjanjian pengalihan hak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31
Desember 2017.
|
|||||
(4) |
Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, Wajib Pajak tidak
mengalihkan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pengalihan hak
yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.
|
|||||
Pasal 16 |
||||||
(1) |
Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, tidak berhak:
|
|||||
a. |
mengompensasikan kerugian fiskal dalam surat pemberitahuan untuk
bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak
Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak berikutnya;
|
|||||
b. |
mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak dalam surat
pemberitahuan atas jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(5) untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir, ke
masa pajak berikutnya;
|
|||||
c. |
mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam
surat pemberitahuan atas jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (5) untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai
dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan/atau
|
|||||
d. |
melakukan pembetulan surat pemberitahuan atas jenis pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk masa pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir,
setelah Undang-Undang ini diundangkan.
|
|||||
(2) |
Setelah Undang-Undang ini diundangkan, pembetulan surat
pemberitahuan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang disampaikan oleh Wajib
Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dianggap tidak disampaikan.
|
|||||
Pasal 17 |
||||||
(1) |
Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan, Putusan
Peninjauan Kembali, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun
Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit sebelum Wajib
Pajak menyampaikan Surat Pernyataan, tetap dijadikan dasar bagi:
|
|||||
a. |
Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
|
|||||
b. |
Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian fiskal; dan
|
|||||
c. |
Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak,
|
|||||
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||
(2) |
Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan, Putusan
Peninjauan Kembali, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun
Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit setelah Wajib
Pajak menyampaikan Surat Pernyataan, tidak dapat dijadikan dasar bagi:
|
|||||
a. |
Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
|
|||||
b. |
Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian fiskal; dan
|
|||||
c. |
Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak.
|
|||||
(3) |
Dalam hal terdapat Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, untuk
masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun
Pajak Terakhir, yang terbit sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat
Pernyataan yang mengakibatkan timbulnya kewajiban pembayaran imbalan
bunga bagi Direktorat Jenderal Pajak, atas kewajiban dimaksud menjadi
hapus.
|
|||||
BAB VIII
PERLAKUAN ATAS HARTA YANG BELUM
ATAU KURANG DIUNGKAP
Pasal 18
|
||||||
(1) |
Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian
ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau
kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap
sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.
|
|||||
(2) | Dalam hal: | |||||
a. |
Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan
|
|||||
b. |
Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai
Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai
dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan,
|
|||||
atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau
informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
|
||||||
(3) |
Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan
sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus
persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.
|
|||||
(4) |
Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
BAB IX
UPAYA HUKUM
Pasal 19
|
||||||
(1) |
Segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan.
|
|||||
(2) |
Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan pada badan peradilan pajak.
|
|||||
BAB X
MANAJEMEN DATA DAN INFORMASI
Pasal 20
|
||||||
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan
lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat
dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan
pidana terhadap Wajib Pajak.
|
||||||
Pasal 21 |
||||||
(1) |
Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan Informasi dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini.
|
|||||
(2) |
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang
membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi
yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
|
|||||
(3) |
Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka
Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan
kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain,
kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri.
|
|||||
(4) |
Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||||
Pasal 22 |
||||||
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat
dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau
dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan
tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
|
||||||
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 23
|
||||||
(1) |
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun.
|
|||||
(2) |
Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
|
|||||
BAB XII
KETENTUAN PELAKSANAAN PENGAMPUNAN PAJAK
Pasal 24
|
||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai: | ||||||
a. | pelaksanaan Pengampunan Pajak; | |||||
b. |
penunjukan Bank Persepsi yang menerima pengalihan Harta;
|
|||||
c. | prosedur dan tata cara investasi; | |||||
d. |
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1); dan
|
|||||
e. |
penunjukan pejabat yang berwenang untuk melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Pasal 10 ayat (5), Pasal
10 ayat (6), Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 13 ayat
(2),
|
|||||
diatur dengan Peraturan Menteri. | ||||||
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25 |
||||||
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | ||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
|
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 2016
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JOKO WIDODO
|
|
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 2016
|
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
|
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2016
TENTANG
PENGAMPUNAN PAJAK
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I. | UMUM | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir
cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada turunnya penerimaan
pajak dan juga telah mengurangi ketersediaan likuiditas dalam negeri
yang sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, banyak Harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam bentuk
likuid maupun nonlikuid, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk
menambah likuiditas dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.
Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari Harta yang berada
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum
dilaporkan oleh pemilik Harta dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilannya sehingga terdapat konsekuensi perpajakan yang mungkin
timbul apabila dilakukan pembandingan dengan Harta yang telah dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan.
Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan para pemilik Harta
tersebut merasa ragu untuk membawa kembali atau mengalihkan Harta mereka
dan untuk menginvestasikannya dalam
kegiatan ekonomi di Indonesia.
Selain itu, keberhasilan pembangunan nasional sangat
didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan
pembayaran pajak. Agar peran serta ini dapat terdistribusikan dengan
merata tanpa ada pembeda, perlu diciptakan sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan dan berkepastian hukum. Hal ini didasarkan pada masih
maraknya aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum atau tidak
dilaporkan kepada otoritas pajak. Aktivitas yang tidak dilaporkan
tersebut mengusik rasa keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah
berkontribusi aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan karena para
pelakunya tidak berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Untuk itu, perlu diterapkan langkah khusus dan terobosan
kebijakan untuk mendorong pengalihan Harta ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi
warga negara Indonesia yang ingin mengalihkan dan mengungkapkan Harta
yang dimilikinya dalam bentuk Pengampunan Pajak. Terobosan kebijakan
berupa Pengampunan Pajak atas pengalihan Harta ini juga didorong oleh
semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya
sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi
antarnegara.
Kebijakan Pengampunan Pajak dilakukan dalam bentuk pelepasan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika Wajib Pajak diwajibkan untuk membayar Uang Tebusan atas Pengampunan Pajak yang diperolehnya. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini, penerimaan Uang Tebusan diperlakukan sebagai penerimaan Pajak Penghasilan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam jangka pendek, hal ini akan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya Uang Tebusan yang berguna bagi Negara untuk membiayai berbagai program yang telah direncanakan. Dalam jangka panjang, Negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari Harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari aspek yuridis, pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak melalui Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena berkaitan dengan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan.
Undang-Undang ini dapat menjembatani agar Harta yang
diperoleh dari aktivitas yang tidak dilaporkan dapat diungkapkan secara
sukarela sehingga data dan informasi atas Harta tersebut masuk ke dalam
sistem administrasi perpajakan dan dapat dimanfaatkan untuk pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan di masa yang akan datang.
Kebijakan Pengampunan Pajak seyogianya diikuti dengan
kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan
penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan
perbankan.
Dengan berpegang teguh pada prinsip atau asas kepastian
hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan nasional, tujuan
penyusunan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak adalah sebagai
berikut:
Secara garis besar, pokok-pokok ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 1 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 2 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf a | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah pelaksanaan
Pengampunan Pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan kepastian hukum.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf b | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah pelaksanaan Pengampunan
Pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap
pihak yang terlibat.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf c | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah seluruh pengaturan
kebijakan Pengampunan Pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa,
dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf d | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah pelaksanaan
Pengampunan Pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan
masyarakat di atas kepentingan lainnya.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 3 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Wajib Pajak yang berhak mendapatkan Pengampunan Pajak adalah Wajib
Pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan.
Dalam hal Wajib Pajak belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak,
Wajib Pajak harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak di kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib
Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (5) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 4 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 5 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal Wajib Pajak baru memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak pada
tahun 2016 dan belum menyampaikan SPT Tahunan PPh Terakhir, tambahan
Harta bersih yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan seluruhnya
diperhitungkan sebagai dasar pengenaan Uang Tebusan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pada prinsipnya Pengampunan Pajak diberikan atas kewajiban
perpajakan yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib
Pajak, yang terepresentasi dalam Harta yang belum pernah dilaporkan
dalam SPT PPh Terakhir. Besarnya dasar pengenaan Uang Tebusan adalah
Harta tambahan yang belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir
dikurangi dengan Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan
tersebut.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan ini mengatur cara penghitungan Uang Tebusan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang mengajukan Surat Pernyataan. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh 1: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Wajib Pajak A hanya memiliki Harta yang berada di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2015 (SPT PPh Terakhir) Wajib Pajak
melaporkan:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam Surat Pernyataan yang disampaikan pada periode bulan pertama
sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku, diketahui bahwa:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dengan demikian dasar pengenaan Uang Tebusan adalah: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rp14.000.000.000,00 - Rp10.000.000.000,00 = Rp4.000.000.000,00.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Penghitungan Uang Tebusan:Tarif pada periode bulan pertama sampai
dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku adalah 2% (dua persen);
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dasar pengenaan Uang Tebusan adalah Rp4.000.000.000,00; | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Uang Tebusan yang harus dibayar: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2% x Rp4.000.000.000,00 = Rp80.000.000,00. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh 2: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Wajib Pajak B mengikuti program Pengampunan Pajak bermaksud
mengalihkan sebagian Harta dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia namun
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2015
(SPT PPh Terakhir) Wajib Pajak B hanya melaporkan Harta yang berada di
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan rincian sebagai
berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam Surat Pernyataan yang disampaikan pada periode bulan pertama
sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku, diungkapkan bahwa:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
Total nilai Harta Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember 2015 adalah Rp50.000.000.000,00 terdiri atas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Nilai Harta dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp15.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Nilai Harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp35.000.000.000,00, terdiri atas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
Nilai Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebesar Rp12.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Nilai Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebesar Rp23.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Total nilai Utang Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember 2015 adalah Rp14.000.000.000,00 terdiri atas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Nilai Utang dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp5.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Nilai Utang yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp9.000.000.000,00, terdiri atas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta yang berada di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan dialihkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar Rp3.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta yang berada di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak akan dialihkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar Rp6.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | Nilai Harta bersih pada saat penyampaian Surat Pernyataan: | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Nilai Harta bersih yang berkaitan dengan Harta yang akan dialihkan
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rp12.000.000.000,00 - Rp3.000.000.000,00 = Rp9.000.000.000,00; | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Nilai Harta bersih yang berkaitan dengan Harta di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak akan dialihkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rp23.000.000.000,00 - Rp6.000.000.000,00 = Rp17.000.000.000,00.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dengan demikian dasar pengenaan Uang Tebusan untuk: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Harta yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rp9.000.000.000,00 – 0 = Rp9.000.000.000,00 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Harta yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rp17.000.000.000,00 – 0 = Rp17.000.000.000,00 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Penghitungan Uang Tebusan: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tarif pada periode penyampaian Surat Pernyataan bulan pertama
sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku adalah:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
2% (dua persen) untuk Harta yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
4% (empat persen) untuk Harta yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
sehingga perhitungan Uang Tebusan adalah sebagai berikut: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
untuk Harta yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2% x Rp9.000.000.000,00= Rp180.000.000,00. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
untuk Harta yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4% x Rp17.000.000.000,00= Rp680.000.000,00. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dengan demikian, total Uang Tebusan yang dibayar oleh Wajib Pajak adalah:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rp180.000.000,00 + Rp680.000.000,00 = Rp860.000.000,00 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan telah
dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir, Utang tersebut tidak boleh
diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta tambahan dalam Surat
Pernyataan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 6 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan ini mengatur mengenai dasar penentuan nilai Harta
tambahan pada akhir tahun buku yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan.
Yang dimaksud dengan “nilai wajar” adalah nilai yang menggambarkan
kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan
penilaian Wajib Pajak. Nilai Wajar dimaksud dicatat sebagai harga
perolehan Harta yang dilaporkan paling lambat pada Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2017.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh 1: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Untuk Wajib Pajak yang tahun bukunya sama dengan tahun kalender:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nilai Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, yaitu
nilai Harta pada tanggal 31 Desember 2015 sesuai dengan nilai wajar
untuk Harta selain kas atau sesuai dengan nilai nominal untuk Harta
berupa kas, pada tanggal tersebut.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh 2: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Untuk Wajib Pajak badan yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun
kalender, sebagai contoh Wajib Pajak C menggunakan tahun buku yang
dimulai dari bulan Agustus 2014 dan berakhir pada bulan Juli 2015:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nilai Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, yaitu
nilai Harta selain kas pada tanggal 31 Juli 2015 sesuai dengan nilai
wajar untuk Harta selain kas atau sesuai dengan nilai nominal untuk
Harta berupa kas, pada tanggal tersebut.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (5) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup Jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 7 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan”
adalah Utang yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan
keberadaannya yang digunakan langsung untuk memperoleh Harta tambahan
tersebut, antara lain Utang tersebut diakui sebagai piutang oleh pemberi
pinjaman.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan pada ayat ini hanya diberlakukan untuk kepentingan pelaksanaan Undang-Undang ini.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (5) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (6) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 8 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “pemimpin tertinggi” misalnya: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
dalam Perseroan Terbatas adalah direktur utama, presiden direktur,
atau yang dipersamakan dengan memperhatikan struktur organisasi dalam
akta pendirian atau dokumen lain yang dipersamakan;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | dalam yayasan adalah ketua yayasan; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | dalam koperasi adalah ketua koperasi. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “berhalangan” adalah tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf a | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf b | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf c | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf d | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf e | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan ini mengatur bahwa: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
bagi Wajib Pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum tahun 2016 yang:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
telah menyampaikan SPT PPh Terakhir maka Wajib Pajak wajib melampirkan fotokopi SPT PPh Terakhir; atau
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
belum menyampaikan SPT PPh Terakhir maka Wajib Pajak wajib terlebih
dahulu menyampaikan SPT PPh Terakhir dan melampirkannya dalam Surat
Pernyataan; atau
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
bagi Wajib Pajak yang baru memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak pada
tahun 2016 dan 2017, tidak wajib melampirkan fotokopi SPT PPh Terakhir.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf f | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (5) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Surat setoran pajak yang berfungsi sebagai bukti pembayaran Uang
Tebusan dinyatakan sah dalam hal telah divalidasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN) yang diterbitkan melalui modul penerimaan
negara.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (6) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal Wajib Pajak mengalihkan Harta dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri,
jangka waktu 3 (tiga) tahun dihitung sejak Wajib Pajak menempatkan
Hartanya di cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri dimaksud.
Cabang Bank Persepsi dimaksud wajib mengalihkan Harta dimaksud ke Bank
Persepsi di dalam negeri.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (7) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 9 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “informasi mengenai identitas Wajib Pajak”
antara lain informasi mengenai nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak,
nomor paspor, Nomor Induk Kependudukan, dan surat izin usaha.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf a | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf b | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf c | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “informasi kepemilikan Harta” antara lain
berupa informasi mengenai lokasi, tahun perolehan, dan nomor bukti
kepemilikan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf d | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” adalah segala hal yang
dapat membuktikan kebenaran dari daftar Utang yang diungkapkan, antara
lain akad kredit dan surat pengakuan Utang antara dua pihak di hadapan
notaris atau di hadapan saksi.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf e | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf f | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Huruf g | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan ini berlaku bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi perpajakan dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau
Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak, pengurangan
atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, keberatan, pembetulan
atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan, banding, gugatan,
dan/atau peninjauan kembali yang belum mendapat surat keputusan atau
putusan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (5) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha” adalah pernyataan yang berisi pencatatan
peredaran usaha Wajib Pajak mulai Januari sampai dengan Desember pada Tahun Pajak Terakhir.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 10 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan ”pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen”
termasuk penghitungan besarnya Uang Tebusan yang harus dibayar oleh
Wajib Pajak dan besarnya Tunggakan Pajak yang harus dilunasi.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (5) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (6) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang perlu dibetulkan sebagaimana
mestinya.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (7) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (8) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Penyampaian Surat Pernyataan kedua atau ketiga dilakukan dalam
rangka memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak antara lain untuk:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
mengungkapkan penambahan Harta yang belum disampaikan dalam Surat
Pernyataan atau pengurangan Harta yang telah disampaikan dalam Surat
Pernyataan;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib
Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan mengalihkan dan
menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia menjadi
tidak mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib
Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan tidak akan mengalihkan
Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi
mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu yang ditentukan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal Wajib Pajak melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada
huruf b dan/atau huruf c, tarif Uang Tebusan yang semula menggunakan
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi menggunakan
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (9) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan ini mengatur cara penghitungan Uang Tebusan bagi Wajib
Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan yang kedua atau ketiga.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang ketiga,
“Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah Surat
Keterangan atas Surat Pernyataan yang kedua; atau
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang kedua,
“Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah Surat
Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Wajib Pajak melaporkan Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam Surat Pernyataan pertama yang disampaikan, diungkapkan bahwa:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
nilai Harta bersih pada 31 Desember 2015 adalah Rp15.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
nilai Harta bersih dalam SPT PPh Terakhir adalah Rp5.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | dasar pengenaan Uang Tebusan adalah: | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rp15.000.000.000,00
Rp 5.000.000.000,00 –
Rp10.000.000.000,00;
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. |
Uang Tebusan yang dibayar adalah: 2% x Rp10.000.000.000,00 = Rp200.000.000,00.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Atas Surat Pernyataan pertama, diterbitkan Surat Keterangan pertama
yang mencantumkan Uang Tebusan sebesar Rp200.000.000,00, dengan dasar
pengenaan Uang Tebusan Rp10.000.000.000,00.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Karena terdapat Harta yang belum diungkapkan, Wajib Pajak
menyampaikan Surat Pernyataan kedua yang disampaikan dalam kurun waktu
bulan keempat sampai dengan 31 Desember 2016, diungkapkan bahwa:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
nilai Harta bersih per 31 Desember 2015 adalah Rp35.000.000.000,00 (termasuk Harta tambahan sebesar Rp20.000.000.000,00);
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
nilai Harta bersih dalam SPT PPh Terakhir adalah Rp5.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
Dasar pengenaan Uang Tebusan adalah:
Rp35.000.000.000,00 - Rp5.000.000.000,00 = Rp30.000.000.000,00; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. |
Dasar pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan dalam Surat
Keterangan atas Surat Pernyataan pertama adalah Rp10.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. |
Dasar pengenaan Uang Tebusan yang harus dibayar dalam Surat Pernyataan kedua adalah:
Rp30.000.000.000,00 - Rp10.000.000.000,00 = Rp20.000.000.000,00;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
f. |
Uang Tebusan yang dibayar adalah: 3% x Rp20.000.000.000,00= Rp600.000.000,00. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Atas Surat Pernyataan kedua, diterbitkan Surat Keterangan kedua yang mencantumkan Uang Tebusan sebesar Rp600.000.000,00.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal Wajib Pajak tersebut di atas mengungkapkan kembali Harta
pada periode yang sama dengan Surat Pernyataan pertama maka:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
besarnya tarif Uang Tebusan adalah sama dengan tarif Uang Tebusan pada Surat Pernyataan pertama; dan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
pengungkapan kembali Harta merupakan Surat Pernyataan kedua.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Apabila menggunakan contoh penghitungan di atas maka Uang Tebusan
yang harus dibayar ke kas negara yang dicantumkan dalam Surat Pernyataan
kedua adalah:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2% x Rp20.000.000.000,00 = Rp400.000.000,00. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (10) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 11 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 12 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal Wajib Pajak mengalihkan Harta dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri,
jangka waktu 3 (tiga) tahun dihitung sejak Wajib Pajak menempatkan
Hartanya di cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri dimaksud.
Cabang Bank Persepsi dimaksud wajib segera mengalihkan Harta dimaksud ke
Bank Persepsi di dalam negeri.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 13 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “tanggal kirim” adalah tanggal pada saat surat
peringatan dikirim sebagaimana tercantum dalam bukti pengiriman.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (5) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 14 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 15 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup Jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksud dengan “Harta dimaksud belum dapat diajukan permohonan
pengalihan hak” adalah keadaan dimana Harta yang berupa tanah dan/atau
bangunan belum diterbitkan sertifikat hak kepemilikan atas tanah
seperti: sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, dan
sejenisnya.
Permohonan pengalihan hak atau surat pernyataan yang ditandatangani
oleh dua belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Harta
sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah benar milik Wajib Pajak yang
menyampaikan Surat Pernyataan, dapat dijadikan sebagai dasar pengurangan
Harta bagi Wajib Pajak yang mengalihkan Harta, dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan berikutnya.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 16 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 17 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Termasuk dalam pengertian pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah pemindahbukuan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 18 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (1) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan ini mengatur antara lain mengenai perlakuan atas Harta
bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh 1: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pada tahun 2017, Direktorat Jenderal Pajak menemukan adanya Harta
bersih yang diperoleh tahun 2010 dengan nilai Rp10.000.000.000,00 dan
oleh orang pribadi atau badan tersebut belum diungkapkan dalam Surat
Pernyataan.
Harta bersih senilai Rp10.000.000.000,00 tersebut akan diperlakukan
sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud
dan perlakuan perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh 2: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pada daftar Harta bersih yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan,
Wajib Pajak menyatakan memiliki Harta berupa tanah persil A seluas 10 Ha
dengan harga perolehan Rp1.000.000.000,00. Pada tahun 2017, diketahui
bahwa persil A milik Wajib Pajak tersebut ternyata seluas 20 Ha dengan
harga perolehan Rp2.000.000.000,00. Atas kekurangan pengungkapan Harta
bersih dalam Surat Pernyataan tersebut sebesar Rp1.000.000.000,00 akan
diperlakukan sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai
Harta dimaksud oleh Direktorat Jenderal Pajak dan perlakuan
perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (2) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat (4) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan ini tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 19 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 20 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tindak pidana yang diatur meliputi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 21 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 22 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik jika
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain
yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dalam melaksanakan
tugasnya tidak untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga,
kelompok, dan/atau tindakan lain yang berindikasi korupsi, kolusi,
dan/atau nepotisme.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 23 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 24 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 25 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cukup jelas. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar